Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2012

KOTA LIVIA

Gambar
Cerpen Koran Tempo, 24 Juni 2012 � oleh Pierre Mejlak KALI ini Livia membangun sebuah kota. Ini kota pertama setelah sebelumnya dia membuat sebelas pulau berturut-turut yang kini dikumpulkannya di dalam sebuah wadah merah lembut yang dia ambil dari laci di samping ranjangnya ketika ayahnya pergi minum kopi pada petang hari meninggalkannya sendirian. Livia mengeluarkan sebuah peta dan menunjuk suatu tempat di dalamnya. Nah, kini dia sampai ke sebuah toko cokelat yang harum dan penuh bubuk cokelat. Lalu dia tiba di sebuah ruang santai yang dilengkapi televisi raksasa. Buru-buru dia melesat ke pintu depan sebelum mereka memergokinya dan mengiranya maling iseng. Terkadang, tahu-tahu dia sudah berada di tengah jalan raya, dikelilingi mobil dan sepeda motor. Di kota itu kau akan menemukan apa pun yang mungkin kau pikirkan. Untuk anak-anak, ada sekolahan yang dikelilingi taman dan pepohonan apel. Untuk para remaja, ada sebuah kampus kecil yang dipenuhi para dosen. dokter. insinyur, dan arsit...

MENARI DI DAYUNG SENJA

Gambar
Cerpen Inilah Koran, 24 Juni 2012 � oleh Ana Marliana DEBURAN ombak yang saling berkejaran dihempas angin seolah sepasang sejoli yang sedang memadu cinta di malam pertamanya. Mereka berpadu dengan mesra. Saling berjabat, saling menyentuh, bersenda gurau, tertawa riang, bahkan seolah berbaring bersama dan masuk dalam mimpi indah bersama-sama pula. Di bibir pantai senja itu, terdampar sebuah perahu nelayan. Perahu yang ikut menari kala tubuhnya terhempas ombak. Di ujung badan perahu kayu itu berdiri seorang anak perempuan berusia 7 tahun yang ikut pula menari bersama perahu yang ditumpanginya. Seorang anak berambut ikal sebahu, dengan kaus berwarna biru langit, memakai rok kuning selutut dengan motif bunga di sekelilingnya sesekali ikut menari, terhempas angin. Tubuhnya menghadap laut yang luas, matanya menerawang, seperti sedang mencari dan membayangkan tentang keberadaan ujung laut di hadapannya kini. �Ree�,� sahut bocah lelaki dari bibir pantai. �Reee�,� merasa tak ada respons, bocah...

BUNUH DIRI

Gambar
Cerpen Suara Merdeka, 24 Juni 2012 � oleh Kun Himalaya Badrowi hendak bunuh diri. Sudah berkali-kali dicobanya. Sekali, hendak diputusnya kontrak kehidupan pada seutas tali. Sayangnya, dahan yang disangkanya liat tak kuasa menahan tubuhnya. Dahan itu patah menjadi dua. Lain waktu Badrowi meminum baygon. Ketika cairan mematikan itu telah mulus melewati kerongkongannya, istrinya memergoki. Istrinya histeris dan berteriak-teriak macam orang gila. Sambil menangis istrinya menelepon Rumah Sakit. Tak berapa lama, raungan ambulans membelah malam. Supir ambulans yang gila kecepatan, berusaha mengejar nyawa Badrowi yang sudah sampai di leher. Sayang seribu sayang, Dokter terbaik di Rumah Sakit itu belum pulang meski malam telah larut. Dokter yang berdedikasi itu sekuat tenaga bernegosiasi dengan Malaikat Izrail memperebutkan nyawa Badrowi. Dokter itu berhasil. Badrowi muntah-muntah. Semua cairan mematikan itu keluar sudah. Badrowi harus menerima kenyataan bahwa usahanya belum membuahkan hasil....

LELAKI MASA SILAM

Gambar
Cerpen Waspada, 24 Juni 2012 � oleh Ratna Sari Mandefa Mungkin surat ini tak akan pernah sampai padamu. Mungkin pula tidak akan berarti apa-apa. Tapi biarlah kuungkapkan pada kelengangan di antara kita. Aku kian menyadari bahwa selama ini aku menggantungkan kebahagiaan di seutas tali yang amat rapuh. Aku yang selama ini telah menggadaikan nafasku di bening matamu. Akhirnya harus tersungkur kehilangan arah ketika mata itu tak jua ku temui. Sebagai lelaki cacat bukan berarti tak punya kemampuan mengheningkan hati. Kau tahu dulu aku telah tidak perduli dengan kebahagiaan sentimental ini. Sampai kau datang mengguncang apa yang ku yakini, menawarkan hati, dan aku tak mampu tegak untuk tidak. Aku terlanjur menggantungkan hati dan kebahagiaanku. Cuma di hatimu, di matamu. Cinta ketika saat ini datang, maka sesungguhnya aku telah menjemput kematian. Tidak ada yang ku sesali dari mencintaimu tapi badai datang tanpa menghitung kemampuan kakiku berdiri. Aku limbung, betapa aku masih ingin berkis...