Postingan

Menampilkan postingan dengan label Cerpen Waspada

CERITA OMBAK (TAK) BEROMBAK

Gambar
Cerpen Waspada, 8 Juli 2012 � oleh Winda Prihartini Laut masih saja bergejolak, berombak, membelalak, menyebar derak, sejak kemarin sore ketika senja jatuh ke tepi barat. Nyiur pohon pun terus memperindah pandang mata. Entah apa yang membawaku untuk selalu ada di sini. Mungkin sekedar mengabar pada angin dan air. Sebab muasal ceritaku tumbuh subur di sini. Sejak saat itu, aku sering seperti ini. Berdesir di pesisir. Heranku ombak tak pernah menutup cerita tentang kami. Meski sudah bertahun aku melenggang ke arah pijakan baru. �Sayang, sudah beberapa lama kau berdiri?� �Entahlah, aku ingin tetap begini.� �Sayang, aku tak mengerti mengapa kau terus menerus mendatangi tempat ini, kau begitu setia?� �Iya, memang kau tak akan pernah mengerti, kau hanya tahu aku menyukai tempat ini.� Senja akan habis, baiknya kupergi dan kembali menjalani kehidupanku sendiri. Bukan seperti ombak yang terombang-ambing. Itu cukup dulu, sekarang tidak lagi. Seperti telaga, hidupku lebih tenang kini. *** Sebena...

TEMBANG KEHIDUPAN

Gambar
Cerpen Waspada, 1 Juli 2012 � oleh Ady Harboy Manusia yang hidup di dunia ini, menurut Mbah Klontong adalah akal. Sebab kalau tak mempunyai akal, tentu namanya bukan manusia. Mungkin jadi namanya Obrok-Obrok atau Ojlok-Ojlok atau Kcak Kcrik atau apalah namanya. Akal yang sesungguhnya bagi sang Mbah tidak lain dan tidak bukan ialah Manusia itu sendiri. Sebab katanya sedikit garang, manusia yang indentik dengan akalnya itu, adalah adanya kebahagiaan, adanya kebimbangan, adanya keragu-raguan dan adanya ketidakpuasan. Seperti petatah petih yang pernah aku dengar ketika aku masih kecil dahulu. Ini juga tersiar dari mulutnya Mbahku sendiri, jelas Mbah Klontong meyakinkan. Seingatku, pada suatu siang ia pernah berkisah yang intinya adalah manusia berperan utuh terhadap akalnya. Apa sebab begitu? Tanyanya sendiri. Ya sesungguhnya setiap peristiwa hidup memang membutuhkan akal yang bukan akal-akalan. Karena, tegasnya, banyak sekali orang-orang yang berbincang tentang kemelaratannya, sementara ...

LELAKI MASA SILAM

Gambar
Cerpen Waspada, 24 Juni 2012 � oleh Ratna Sari Mandefa Mungkin surat ini tak akan pernah sampai padamu. Mungkin pula tidak akan berarti apa-apa. Tapi biarlah kuungkapkan pada kelengangan di antara kita. Aku kian menyadari bahwa selama ini aku menggantungkan kebahagiaan di seutas tali yang amat rapuh. Aku yang selama ini telah menggadaikan nafasku di bening matamu. Akhirnya harus tersungkur kehilangan arah ketika mata itu tak jua ku temui. Sebagai lelaki cacat bukan berarti tak punya kemampuan mengheningkan hati. Kau tahu dulu aku telah tidak perduli dengan kebahagiaan sentimental ini. Sampai kau datang mengguncang apa yang ku yakini, menawarkan hati, dan aku tak mampu tegak untuk tidak. Aku terlanjur menggantungkan hati dan kebahagiaanku. Cuma di hatimu, di matamu. Cinta ketika saat ini datang, maka sesungguhnya aku telah menjemput kematian. Tidak ada yang ku sesali dari mencintaimu tapi badai datang tanpa menghitung kemampuan kakiku berdiri. Aku limbung, betapa aku masih ingin berkis...