MENJEMPUT MAUT DI MOGADISHU
Cerpen Republika, 1 Juli 2012 � oleh Mashdar Zainal Ketika Leyla memutuskan untuk mengungsi, meninggalkan kampong halamannya, perih yang melilit perutnya kian menjadi-jadi. Terlampau perihnya, hingga seluruh pandangannya terasa buram. Leyla seperti melihat ribuan kunang-kunang berlesatan mengitari kepalanya. Selanjutnya, ia menyebut kunang-kunang itu sebagai sang maut. Sang maut yang selalu menguntitnya dan sewaktu-waktu siap mengantarnya menyusul almarhum suaminya. Di kampungnya, Baydhabo, hujan terakhir turun sekitar tiga tahun lalu. Tanah-tanah menguning menyisakan debu. Pepohonan meranggas dan mati. Ternak-ternak kekurangan air dan akhirnya membangkai menjadi santapan burung nasar. Pada akhirnya para penduduk lebih memilih untuk mengungsi ke kamp di Mogadishu daripada mati kelaparan. Leyla terus melangkah, menggendong anaknya yang kering seperti boneka kayu. Dari perkampungannya ia harus menempuh perjalanan sejauh 150 kolimeter dengan berjalan kaki untuk sampai di Mogadishu. Tapi,...