Postingan

Menampilkan postingan dengan label Cerpen Kompas

Cerpen Kompas : Sang Pemahat [Edisi Agustus 2015]

Gambar
  Cerpen Kompas : Sang Pemahat Oleh Budi Darma  Ini dia, sang pemahat terkenal, Jiglong namanya, nama asli dari kedua orangtuanya di desa, bukan nama buatan setelah dia terkenal atau ingin terkenal. Dua gigi depan Jiglong sudah lama rontok, dan tidak pernah diperbaiki. Wajahnya memendam bekas luka-luka lama, yang juga tidak pernah diobati. Cara Jiglong berjalan biasa, tapi kalau diamat-amati akan tampak, dia agak pincang. Kendati memendam bekas luka-luka lama, wajah Jiglong memberi kesan teduh, damai, dan pasrah. Barang siapa berdekatan dengan dia dan mau berkata dengan jujur, pasti mengaku terus terang bahwa wajah Jiglong memancarkan rasa tenang. Rumah Jiglong terletak di Ketintang Wiyata, dari depan tampak biasa, tapi begitu seseorang masuk ke dalam rumah akan mengetahui, bahwa bagian belakang rumah itu luas, dan seperti wajah Jiglong sendiri, terasa teduh. Di bagian belakang rumahnya itulah Jiglong bekerja sebagai pemahat. Dia tidak mau gagah-gagahan,...

Cerpen Kompas : Sepasang Kekasih di bawah Reruntuhan

Gambar
Sepasang Kekasih di bawah Reruntuhan Oleh AK Basuki Ribuan malaikat akan turun ke bumi di malam-malam suci yang bahagia. Begitu pun pada malam-malam tersunyi menjelang ajal. Di pintu-pintu rumah mereka menunggu, di ambang jendela, di sudut-sudut kamar, di sela-sela genting, usuk, dan di mana saja cahaya langit bisa menerobos. Mereka ada sebagai perpanjangan tangan Tuhan. Utusan-utusan berupa cahaya mulia yang tak kenal angkara, hanya kasih sayang dan kesetiaan. Salah satunya mendatangi sepasang suami istri yang sama-sama merasa waktu telah hampir berhenti. Menanti, ia, seperti abdi yang menjagai sepasang raja dan ratu. Sosoknya tak kasatmata, namun telah dikenali lewat suara sang istri yang gemetar. �Aku melihat malaikat maut. Seorang lelaki berperangai halus dan berwajah rupawan. Awalnya tak sedekat ini, tapi semakin lama semakin dekat hingga embusan napasnya serasa akan mencapai leherku.� Dia melantur. Sang suami, yang pernah mendengar kisah-kisah tentang malaikat, h...

Cerpen Kompas: Tajen Terakhir [ Edisi 16 Agustus 2015 ]

Gambar
  Cerpen Kompas: Tajen Terakhir oleh Gde Aryantha Soethama Lontar Pengayam Pegat cuma sembilan lembar, berbahasa campuran Jawa Kuno dan Bali Tengahan. Made Sambrag kebetulan mendapatkan lontar itu teronggok dalam almari lapuk milik kakeknya. Dibantu orang-orang desa yang senang membaca kakawin, mereka sadar itu lontar penting bagi siapa saja yang ingin berhenti judi menyabung ayam. Dulu Made Sambrag bebotoh kelas wahid. Tapi, ketika ia melaksanakan ajaran lontar Pengayam Pegat, ia ogah ke tajen . Ia seperti lahir kembali, jadi manusia arif penasihat bagi siapa saja yang berniat meninggalkan tajen, menjadikannya cuma sekerat masa lalu yang getir. Kepada mereka yang bersungguh-sungguh, Sambrag meminjamkan lontar Pengayam Pegat. Nyoman Pongkod bertekad berhenti menyabung ayam. Lontar sudah dalam genggaman. Ia cakupkan tangan di dada, setengah membungkuk menyampaikan terima kasih kepada Made Sambrag, karib yang meminjamkan lontar itu. "Suksma, Sam. Aku akan berjuang ...

KABUT IBU

Gambar
Cerpen Kompas, 8 Juli 2012 � oleh Mashdar Zainal Dari kamar ibu yang tertutup melata kabut. Kabut itu berjelanak dari celah bawah pintu. Merangkak memenuhi ruang tengah, ruang tamu, dapur, kamar mandi, hingga merebak ke teras depan. Awalnya, orang-orang mengira bahwa rumah kami tengah sesak dilalap api. Tapi kian waktu mereka kian bosan membicarakannya, karena mereka tak pernah melihat api sepercik pun menjilati rumah kami. Yang mereka lihat hanya asap tebal yang bergulung-gulung. Kabut. Pada akhirnya, mereka hanya akan saling berbisik, �Begitulah rumah pengikut setan, rumah tanpa Tuhan, rumah itu pasti sudah dikutuk.� *** Peristiwa itu terjadi berpuluh tahun silam, pada Oktober 1965 yang begitu merah. Seperti warna bendera bergambar senjata yang merebak dan dikibarkan sembunyi-sembunyi. Ketika itu, aku masih sepuluh tahun. Ayah meminta ibu dan aku untuk tetap tenang di kamar belakang. Ibu terus mendekapku ketika itu. Sayup-sayup, di ruang depan ayah tengah berbincang dengan beberapa ...

TUKANG PIJAT KELILING

Gambar
Cerpen Kompas, 1 Juli 2012 � oleh Sulung Pamanggih Sebenarnya tidak ada keistimewaan khusus mengenai keahlian Darko dalam memijat. Standar tukang pijat pada layaknya. Namun, keramahannya yang mengalir menambah daya pikat tersendiri. Kami menemukan ketenangan di wajahnya yang membuat kami senantiasa merasa dekat. Mungkin oleh sebab itu kami terus membicarakannya. Entah darimana asalnya, tiada seorang warga pun yang tahu. Tiba-tiba saja datang ke kampung kami dengan pakaian tampak lusuh. Kami sempat menganggap dia adalah pengemis yang diutus kitab suci. Dia bertubuh jangkung tetapi terkesan membungkuk, barangkali karena usia. Peci melingkar di kepala. Jenggot lebat mengitari wajah. Tanpa mengenakan kacamata, membuat matanya yang hampa terlihat lebih suram, dia menawarkan pijatan dari rumah ke rumah. Kami melihat mata yang bagai selalu ingin memejam, hanya selapis putih yang terlihat. Kami pun penasaran ingin merasakan pijatannya. Maklum, tak ada tukang pijat di kampung kami, apalagi yan...