Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2016

Two Years Eight Months and Twenty-Eight Nights, Salman Rushdie

Gambar
Persis setahun yang lalu, saya membaca The Satanic Verses. Sebelumnya, saya membeli beberapa buku Salman Rushdie sekaligus. Hanya dua, sebenarnya. The Satanic Verses dan Midnight Children. Saya memilih untuk terlebih dahulu membaca yang pertama. Agaknya pilihan saya keliru. Buat saya, The Satanic Verses sangat melelahkan. Ketika saya curhat ke seorang teman pembaca, dia bilang The Satanic Verses memang tidak begitu bagus, novel itu hanya ramai karena kontroversinya, dan menurutnya Midnight Children jauh lebih baik. Sayang sekali saya sudah keburu lelah untuk membaca karya Salman Rushdie lagi. Saya sempat membaca The Satanic Verses hingga halaman 250-separuh novel-dan belum melanjutkannya hingga sekarang. Tetapi, saya masih punya rasa penasaran yang besar dan butuh dituntaskan. Tidak mungkin, saya pikir, Salman Rushdie bisa begitu terkenal dan dielu-elukan dunia sastra internasional kalau semua bukunya melelahkan seperti The Satanic Verses. Maka, ketika saya tahu Rushdie merilis buku ba...

The White Tiger, Aravind Adiga

Gambar
Buku dari penulis asal India yang kali pertama saya baca adalah kumpulan cerita Jhumpa Lahiri, Interpreter of Maladies . Saya menyukai buku itu.Tetapi, seperti yang sudah-sudah, bukan berarti setelahnya saya langsung membaca buku dari penulis India lagi. Biasanya, buku berikut yang saya baca terambil secara acak dari rak. Namun, kali ini ada sedikit kebetulan. Saya tetap mengambil buku dari rak perpustakaan pribadi secara acak, tetapi yang tercomot ternyata buku dari penulis India: The White Tiger, Aravind Adiga. Setelah beres membaca The White Tiger pun lagi-lagi secara kebetulan saya mengambil buku penulis India, sehingga berturut-turut saya membaca tiga buku dari tiga penulis asal India-- tetapi ini akan saya ceritakan di tulisan lain. Dalam tulisan ini saya mau bercerita pengalaman membaca The White Tiger, novel Aravind Adiga yang menjadi peraih penghargaan Man Booker tahun 2008. Suatu hari di tahun 2015 saya bertandang ke Jakarta dan bertemu dua orang teman penulis. Saat itu sore ...

Rio Johan: Aku Ingin Melihat Sejauh Mana Aku Bisa Terus Menulis

Gambar
Seorang pecandu gim konsol  yang menemukan jalan kepenulisannya lewat sejarah dari dunia-dunia jauh. Tatkala tulisan ini dibuat, ia berusia 26 tahun. Demi umurnya itu dan hobi menulisnya, ia disebut sebagai penulis muda. Tetapi, kiranya bukan label umum semacam itu yang tepat disematkan pada laki-laki ini-penulis muda-melainkan sesuatu yang lebih spesifik. Lantas, apa? Mari kita lihat: ia menonton film-film cult yang tak banyak diketahui orang , menghabiskan waktunya bermain gim konsol yang jarang sekali, jika tak pernah, jadi bahan inspirasi bagi seorang penulis, dan menuliskan cerita tentang komunitas penyedia layanan aksi erotis bondage-discipline-sadism-masochism di suatu belahan dunia antah-berantah. Saya menimbang-nimbang, mencari satu label spesifik itu, dan setelah ketemu langsung mengutarakannya kepada yang bersangkutan. �Kau penulis aneh,� kata saya. Balasan yang saya peroleh hanya suara tawa dan raut memaklumi, seakan-akan ia sudah sering mendapat tudingan serupa. Rabu,...