Postingan

JULLIET DE JULIE

Gambar
Cerpen Koran Tempo, 1 Juli 2012 � oleh Dias Novita Wuri YANG satu ini cukup tampan juga , pikir Julie seraya menyingkirkan sejumput rambut dari dahinya. Sangat muda, dan sangat kaya . Ia mengulurkan tangan untuk menyentuh pipi pria itu�anak laki-laki itu�yang meneteskan keringat dan terengah-engah di atasnya nyaris tanpa suara. Pipinya halus sekali, tanpa jerawat yang biasanya dimiliki anak-anak laki-laki sebayanya. Hembusan napasnya begitu lembut, begitu tanpa jejak, tapi terasa deras dan panas di kulit wajah Julie. Siapa tadi namanya? Oh ya, Etienne. Berapa umurnya? Apa yang dipikirkannya sekarang? Dalam beberapa tarikan napas lagi, ia roboh di tubuh Julie. Ia mendesah lalu diam. �Terima kasih,�bisiknya. Mereka berada di kamar anak itu. Julie menyadari betapa jarangnya ia menginjakkan kaki di sisi Paris yang ini, di rumah seperti ini. Di kamar seperti ini. Luasnya membingungkan, dan semua perabotnya tampak benar-benar mahal dan berkelas. Julie sedang berbaring di tumpukan kashmir. O...

SI BORU DEAK PARUJAR

Gambar
Cerpen Medan Bisnis, 1 Juli 2012 � oleh Jhon Fawer Siahaan Berabad sudah kau meninggalkan Boru Deak Parujar tanpa kau memikirkan penderitaannya. Engkau sibuk selalu dengan urusanmu tanpa memikirkannya, Kini Deak Parujar hanya bisa menangis, sambil menunggu kehadiranmu. Dia begitu setia menanti kedatanganmu, jawabannya selalu, engkau akan datang untuk menjemputnya. BERULANG kali Leang-leang Mandi mengingatkanmu supaya engkau tak menungunya. Tetapi engkau masih tetap saja begitu yakin akan kedatangannya, sembari asyik dengan aktivitasmu memintal benang untuk baju Naga Padoha. Meskipun kau selalu sedih tapi kau tak pernah menunjukkan kesedihanmu engkau hanya terdiam saja. Beribu-ribu tahun sudah kau memintal benang hanya untuk menunjukkan kesetiaanmu. Jika kelak Padoha datang kau akan menyematkan pakaian yang kau pintal selama ini, air matamu bercucur keras dalam penantianmu. Air matamu kini cukup mewarnai Danau Toba yang begitu indah. Berkat bekal keyakinanmulah hingga engkau tak sekali...

TEMBANG KEHIDUPAN

Gambar
Cerpen Waspada, 1 Juli 2012 � oleh Ady Harboy Manusia yang hidup di dunia ini, menurut Mbah Klontong adalah akal. Sebab kalau tak mempunyai akal, tentu namanya bukan manusia. Mungkin jadi namanya Obrok-Obrok atau Ojlok-Ojlok atau Kcak Kcrik atau apalah namanya. Akal yang sesungguhnya bagi sang Mbah tidak lain dan tidak bukan ialah Manusia itu sendiri. Sebab katanya sedikit garang, manusia yang indentik dengan akalnya itu, adalah adanya kebahagiaan, adanya kebimbangan, adanya keragu-raguan dan adanya ketidakpuasan. Seperti petatah petih yang pernah aku dengar ketika aku masih kecil dahulu. Ini juga tersiar dari mulutnya Mbahku sendiri, jelas Mbah Klontong meyakinkan. Seingatku, pada suatu siang ia pernah berkisah yang intinya adalah manusia berperan utuh terhadap akalnya. Apa sebab begitu? Tanyanya sendiri. Ya sesungguhnya setiap peristiwa hidup memang membutuhkan akal yang bukan akal-akalan. Karena, tegasnya, banyak sekali orang-orang yang berbincang tentang kemelaratannya, sementara ...

POLISI DAN SOPIR

Gambar
Cerpen Sumatera Ekspres, 1 Juli 2012 � oleh Dodi Mawardi MIKROLET itu dipepet motor polisi. �Baru keluar Pak!� kata sopir mikrolet. Polisi itu, Suryo, terlihat di papan nama yang menempel di dada, tidak menyahut. Tampangnya seram dengan kumis tebal dan kacamata hitam. Tangannya memberi tanda agar mikrolet menepi. Dia lalu menghentikan motornya dan menghampiri mikrolet. Tak ada sepatah katapun keluar dari mulut Suryo. Mereka seperti sudah kenal lama. Begitu Suryo mendekat, sopir itu memberikan surat kendaraannya. Suryo pun ngeloyor begitu saja. �Dia memang rakus,� kata Sofyan kepada penumpang yang duduk di sebelahnya, sambil menginjak gas meninggalkan Suryo dan motornya. �Emangnya sering Pir, polisi itu nilang?� tanya penumpang itu. �Waaaah, dia sih tiap hari pasti dapet korban. Padahal dia tuh, udah kaya lho. Punya taksi dua, dan apalagi tuh... pokoknya kaya lah,� sembur Sofyan. Wajar Sofyan kesal dengan ulah si polisi itu. Hampir setiap dua hari sekali, dia kena tilang, oleh polisi y...

MENJEMPUT MAUT DI MOGADISHU

Gambar
Cerpen Republika, 1 Juli 2012 � oleh Mashdar Zainal Ketika Leyla memutuskan untuk mengungsi, meninggalkan kampong halamannya, perih yang melilit perutnya kian menjadi-jadi. Terlampau perihnya, hingga seluruh pandangannya terasa buram. Leyla seperti melihat ribuan kunang-kunang berlesatan mengitari kepalanya. Selanjutnya, ia menyebut kunang-kunang itu sebagai sang maut. Sang maut yang selalu menguntitnya dan sewaktu-waktu siap mengantarnya menyusul almarhum suaminya. Di kampungnya, Baydhabo, hujan terakhir turun sekitar tiga tahun lalu. Tanah-tanah menguning menyisakan debu. Pepohonan meranggas dan mati. Ternak-ternak kekurangan air dan akhirnya membangkai menjadi santapan burung nasar. Pada akhirnya para penduduk lebih memilih untuk mengungsi ke kamp di Mogadishu daripada mati kelaparan. Leyla terus melangkah, menggendong anaknya yang kering seperti boneka kayu. Dari perkampungannya ia harus menempuh perjalanan sejauh 150 kolimeter dengan berjalan kaki untuk sampai di Mogadishu. Tapi,...