Jatuh Cinta di Surabaya dan Malang




Meneruskan perjalanan tur promo buku terbaru saya: Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri, saya dan tim penerbit GagasMedia bertandang, kali ini, ke Jawa bagian Timur. Tepatnya ke Surabaya dan Malang.

Tanggal 13 Februari 2015, saya berangkat dari Jogja pukul enam pagi menggunakan kereta. Sancaka Pagi, nama keretanya. Ini bukan perjalanan pertama saya ke Surabaya. Beberapa buku saya sebelumnya membawa saya melakukan perjalanan ke Surabaya, juga untuk urusan promosi.

Hari itu hari Jumat, saya tiba di Surabaya tepat pukul duabelas siang. Di stasiun Surabaya Gubeng, saya sudah ditunggu Zaenal, kru pemasaran Agromedia, yang dalam tiga hari ke depan akan menemani saya berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk bertemu para pembaca.

Malamnya, kami bertandang ke Prima Radio Surabaya. Sempat ada masalah karena ternyata alamat radio yang kami simpan tidak valid. Akibatnya, kami harus menempuh jalan lebih jauh untuk menuju lokasi, dan kehilangan tak kurang dari setengah jam dari waktu talk show. Saya tiba di Prima Radio tigapuluh menit terlambat dari jadwal, dan menggunakan waktu yang tersisa sebaik-baiknya untuk bercerita sedikit tentang buku saya.



Hari kedua, Sabtu tanggal 14 Februari 2015, saya bertemu dengan teman-teman pembaca di Gramedia Tunjungan Plaza, masih di Surabaya. Acara dimulai pukul dua siang dan berakhir pukul empat sore. Meski setelahnya kami masih sempat berfoto bersama, dan saya mengobrol singkat dengan beberapa pembaca. Mereka sangat menyenangkan, karena begitu antusias mengikuti acara meet and greet dan tampak amat menyimak apa yang saya sampaikan.



Selesai di Gramedia Tunjungan Plaza, kami langsung melanjutkan perjalanan menuju Malang. Beranjak pukul setengah tujuh malam, kami tiba di Malang sekitar pukul sembilan. Terhitung cukup cepat, mengingat dari pengalaman saya biasanya butuh waktu paling lekas tiga jam perjalanan darat dari Surabaya ke Malang.

Setelah check-in di hotel, saya langsung istirahat karena merasa cukup lelah. Namun, saya menyimpan semangat yang besar untuk keesokan harinya. Agenda yang padat di Malang sudah menunggu.

Hari ketiga, Minggu 15 Februari 2015, seluruh agenda promo bertempat di Malang. Ada empat acara yang sudah terjadwal.

Pertama, pukul delapan lebih seperempat kami datang ke Radio Elfara FM, Malang. Di sana saya bicara tentang beberapa hal mengenai buku Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri, dan hal-hal lain terkait tulis-menulis. Penyiar yang bertugas menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang menyenangkan. Talk show berjalan lancar dan berakhir sekitar pukul sepuluh pagi.



Dari Elfara, kami berpindah ke Toko Oen. Saya dijadwalkan bertemu dengan teman-teman dari klub buku Surabaya. Nama klub bukunya �Booklicious�. Teman-teman dari Booklicious datang tepat waktu. Bahkan, mereka sudah menunggu kami di lokasi. Saya menyalami tiga orang pertama, lalu kami mencari meja yang lebih lebar karena akan ada cukup banyak orang lagi yang datang.

Benar saja, tidak sampai sepuluh menit setelahnya, teman-teman Booklicious yang lain mulai berdatangan. Sepertinya tak kurang dari duapuluh orang berkumpul di meja panjang, dan kami berbincang-bincang santai tentang kepenulisan fiksi.

Ditemani es krim cokelat rekomendasi dari pramusaji, saya menjawab pertanyaan teman-teman Booklicious. Mulai dari bagaimana menciptakan karakter fiksi yang kuat, hingga trik-trik agar tulisan yang diambil dari kisah pribadi tidak tampak seperti curhatan colongan alias curcol.

Pertemuan menyenangkan itu berlangsung nyaris selama dua jam. Lebih panjang dari satu jam yang direncanakan.

Saya juga sempat bertemu dengan tim panitia Malang Membaca, yang menyelenggarakan acara �Festival Cerita dari Malang�, di mana saya menjadi salah satu pembicara dan pengisi kelas menulisnya. Acara ini akan dilangsungkan pada tanggal 27 dan 28 Februari 2015. Jika ingin mengikuti acara ini, silakan daftar atau cari informasinya di Twitter: [at]malangmembaca.



Selesai di Toko Oen, saya melangkah ke Gramedia Basuki Rachmat, yang hanya terletak di samping Toko Oen. Saya menyempatkan diri membeli novel The Godfather Mario Puzo edisi terjemahan Indonesia di area buku obral di pelataran toko, sebelum masuk dan naik ke lantai dua, menuju venue acara (sebelumnya saya mengisi perut di restoran cepat saji di seberang jalan, saya kelaparan karena lupa memesan makanan dan hanya makan segelas es krim di Toko Oen).

Beberapa kursi sudah terisi ketika saya tiba di venue. MC memanggil nama saya dan acara pun dimulai. Pada kesempatan tersebut, saya lebih banyak bercerita mengenai hal-hal yang melatarbelakangi keputusan saya menulis cerita-cerita pendek di dalam Jatuh Cinta Adalah Cara Terbaik untuk Bunuh Diri. Saya bercerita tentang kekerasan, dan bagaimana kekerasan menjadi salah satu tema besar di buku terbaru saya.



Perjalanan jatuh cinta di Surabaya dan Malang pun berakhir. Saya kembali ke Jogja keesokan paginya, juga menggunakan kereta. Kali ini Malioboro Express. Jika tidak sedang terburu-buru, saya memang lebih senang bepergian dengan kereta daripada pesawat terbang. Kereta api mengizinkan saya larut dalam waktu dan melankoli, tidak seperti pesawat terbang yang lebih sering membuat saya terburu-buru, tertidur, atau menghindar dari penumpang di sebelah saya.

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam perjalanan jatuh cinta di Surabaya dan Malang, terutama kepada teman-teman pembaca, yang sudah sudi meluangkan waktunya untuk menemui saya. Antusiasme, perhatian, dan semangat kalian adalah energi besar bagi saya untuk terus berkarya.

Perjalanan jatuh cinta berikutnya akan diteruskan di daerah JABODETABEK. Kira-kira akan berlangsung pada pertengahan bulan Maret. Tunggu jadwalnya, ya.

Sekali lagi, terima kasih Surabaya dan Malang. Kalian keren dan menyenangkan!



Bara


Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Brothers Karamazov, Fyodor Dostoyevsky

Nasi Kuning Paling Enak di Gorontalo

Rio Johan: Aku Ingin Melihat Sejauh Mana Aku Bisa Terus Menulis