Postingan

Hamidah Tak Boleh Keluar Rumah

Gambar
Ilustrasi oleh Della Yulia Paramita Hamidah Tak Boleh Keluar Rumah Cerpen Bernard Batubara Dimuat di Pontianak Post, 9 Februari 2014 �Tinggallah di rumah saja, Hamidah, bintang-bintang di langit dan rembulan purnama tak menginginkanmu keluar rumah, mereka cemburu dengan parasmu yang eloknya mengalahkan kesempurnaan pesona dewi-dewi nirwana. Jika kau keluar juga, kau akan meletakkan hidupmu dalam bahaya.� Begitu bunyi pesan suami Hamidah kepada istrinya yang kudengar dari cerita seorang lelaki tua pada suatu malam di warung kopiku. Lelaki itu datang dan dengan serta-merta berkata kepadaku, �Maukah kau dengar sebuah kisah, tentang seorang perempuan yang kecantikannya begitu berbahaya hingga bisa mengacaukan seisi alam raya dan memporak-porandakan semesta?� Karena kukira lelaki tua itu berlebih-lebihan dan aku yakin tak ada perempuan semacam itu, maka aku pun tak menghiraukannya. Aku terus saja melayani pelanggan yang lain dan mengerjakan hal-hal yang harus kukerjakan. Sekali lagi l...

NEWS | DKB Bentuk Kepengurusan Baru

Gambar
suasana rapat perdana pengurus DKB di rumoh budaya Simpang Lima | zamroe/atjehlink.com Banda Aceh � Dewan Kesenian Banda Aceh (DKB), hari ini Rabu (8/1/2014), mengadakan rapat untuk pertama kali sejak Mubes DKB beberapa waktu lalu  dengan agenda rapat pembentukan pengurus periode 2014-2019. Menurut Ketua DKB Mahrisal Rubi yang dijumpai di rumoh budaya tempat berlangsungnya rapat mengatakan, demi kelangsungan DKB ke depan sudah seharusnya pengurus dibentuk untuk memudahkan kerja-kerja dalam peningkatan dunia berkesenian. �Ini amanah dari lembaga dan harus dilanjutkan setelah vakum selama lima tahun lebih,� katanya. Sambungnya, setelah pengurus DKB terbentuk dalam waktu yang tidak terlalu lama, DKB akan melakukan rapat kerja sesuai dengan komite-komite yang ada di DKB, antara lain Komite Sastra, Teater, Seni Rupa, Fotografi, Musik dan beberapa lainnya. �Paling lambat tanggal 10 Januari 2014 struktur pengurus DKB akan diserahkan ke Pemerintah Kota Banda Aceh selaku pembin...

Ada Masanya Kau Harus Berhenti Membaca

Judul tulisan ini memang agak kontradiktif dengan catatan saya sebelumnya tentang Proyek Membaca 2014 . Di catatan itu, saya mengajak orang-orang untuk membaca buku. Namun, pada catatan ini saya menyuruh orang untuk berhenti membaca. Tapi sebelum melayangkan protes kepada saya, lebih baik baca terlebih dahulu keseluruhan catatan ini. Nah, begini ceritanya. Untuk menyelesaikan satu cerita pendek, biasanya saya hanya membutuhkan waktu beberapa jam. Paling lama satu hari. Paling lama lagi tiga hari. Saya tidak bisa membiarkan naskah cerpen yang belum selesai �tergantung statusnya� dalam waktu yang lama. Saya merasakan dorongan yang kuat untuk menyelesaikannya, dan saya merasa berdosa jika membiarkan mereka terlantar begitu saja. Pada satu masa, saya pernah membuat proyek pribadi bernama �30 hari 30 cerpen�. Aturannya sederhana, persis seperti judulnya: dalam 30 hari pada bulan tersebut, saya harus menulis 30 cerpen. Hasilnya, tentu saja seperti yang kau dan saya perkirakan. Saya gag...

Melihat Geliat Sastra di Kalimantan Barat

Oleh Hendy, Pontianak Post, (08/01/2014) Gerakan sastra di Kalimantan Barat sampai sekarang belum terdengar di kancah nasional. Hal tersebut bisa jadi disebabkan karena selain kurangnya publikasi karya sastrawan-sastrawan Kalimantan Barat di media nasional, juga karena intensitas komunitas sastra yang belum terlalu maksimal. Demikian disampaikan penulis Bernard Batubara dalam kegiatan baca puisi bersama dan diskusi sastra yang diselenggarakan di Rumah Mimpi , Taman Gitananda, Senin (6/1) malam. Bernard Batubara merupakan penulis muda kelahiran Kalimantan Barat yang merintis karir kepenulisannya di Yogyakarta. Di jagat kesusastraan nasional sendiri, Bernard merupakan salah satu penulis yang diperhitungkan. Karya-karyanya tak hanya kerap mewarnai media nasional yang dianggap "barometer" sastra Indonesia seperti Kompas , Koran Tempo , Suara Merdeka , dan lain-lain, tetapi buku-buku sastranya juga sedang digandrungi pembaca sastra Indonesia, bahkan salah satu novelnya berju...

Apa Sebetulnya yang Harus Ditulis oleh Penulis Indonesia?

Beberapa waktu lalu, saya membaca sebuah artikel menarik yang membahas tentang dunia sastra . Artikel tersebut adalah rekaman wawancara dengan seorang penerjemah karya sastra bernama Gioia Guerzoni. Menurut paragraf pembuka artikel itu, Gioia Guerzoni yang berkewarganegaraan Italia adalah satu dari segelintir orang yang ikut memperkenalkan karya-karya sastra Asia kepada khalayak pembaca Eropa. Belakangan, Guerzoni fokus menerjemahkan karya-karya sastra Asia Tenggara. Pertengahan terakhir tahun 2013, saya lebih banyak membaca buku-buku luar ketimbang buku-buku penulis Indonesia. Kebanyakan adalah buku-buku peraih penghargaan sastra, baik itu Nobel Prize maupun Pulitzer Prize. Seiring membaca buku-buku tersebut, secara polos saya menyimpan keinginan yang muluk dalam dada saya: saya ingin menjadi seperti mereka, menulis buku yang dibahas orang sedunia dan memenangi penghargaan sastra paling bergengsi di dunia. Keinginan yang konyol, memang. Tapi biarlah bagian diri saya yang polos t...