Postingan

Jatuh Cinta di Samarinda

Gambar
Minggu (29/3) kemarin, saya dapat kesempatan yang sebetulnya cukup langka. Yakni, bertemu dengan teman-teman pembaca di Samarinda, Kalimantan Timur. Saya bilang langka, karena memang jarang penerbit memasukkan jadwal talk show di daerah Kalimantan. Biasanya hanya di pulau Jawa. Tapi kemarin, dalam rangka Samarinda Book Fair 2015, saya akhirnya bisa bertandang ke Samarinda (dan pada hari berikutnya ke Balikpapan untuk mengisi kelas menulis) dan menemui teman-teman pembaca di sana. Hari Sabtu (28/3) saya terbang dari Jogja. Karena tidak ada penerbangan langsung dari Jogja ke Samarinda, jadi saya mendarat di Balikpapan terlebih dahulu. Setelah mengagumi bentuk dan kebersihan bandara Sepinggan, saya dijemput oleh sopir dan kami langsung beranjak menuju Samarinda. Pada saat itu hampir pukul sembilan di malam hari. Kata pak sopir, perjalanan ke Samarinda akan ditempuh selama dua setengah hingga tiga jam. Pemandangan yang saya temui di perjalanan dari Balikpapan ke Samarinda membawa per...

Seandainya Aceh Konflik dan Perang Media Sosial

Gambar
Apa jadinya kalau sekarang ini Aceh kembali berkonflik seperti tahun 1998 hingga 2005 lagi? Bagi yang pernah hidup kala itu di perkampungan pedalaman Aceh tentu akan paham. Merasakan bagaimana susahnya bekerja dan hidup dengan daerah konflik. Sekolah dibakar, anak anak jadi sulit mengakses pendidikan. Para petani sudah bekera di sawah. Razia dan para tentara turun kampung, jaga malam diberlakukan. Sweping paling sering terjadi di jalan raya. KTP jadi barang wajib harus dibawa kemana saja pergi. Tanpa KTP siap siap saja diangkut ke pos terdekat. Pos aparat keamanan ada di mana mana. Berondongan senjata sering terjadi dan banyaknya jatuh korban dari pihak sipil tak bersenjata dan pihak yang bertikai. Malam hari adalah waktu paling mencekam. Listrik tidak beda jauh dengan sekarang, juga paling sering dipadamkan.  di depan pos pos aparat keamanan harus dilewati drum zag-zig. Aceh benar benar jadi tempat yang asing dan sulit terakses ke luar bagi orang yang ingin mengetahuinya keadaan. ...

In Praise of the Stepmother, Mario Vargas Llosa

Gambar
Kali pertama saya membaca buku dari pengarang Amerika Latin adalah novela berjudul Memories of My Melancholy Whore, Gabriel Garc�a M�rquez. Saya menyukai novela itu, yang bercerita tentang laki-laki yang ingin bercinta dengan gadis belia sebagai usaha untuk merayakan ulang tahunnya yang ke-90. Setelah itu, saya membaca Pedro P�ramo, juga novela, karangan Juan Rulfo. Saya sangat, sangat menyukainya. Semenjak itu, saya mulai memberikan perhatian khusus pada karya-karya pengarang Amerika Latin. Termasuk Mario Vargas Llosa, yang sebetulnya sudah saya simpan bukunya sejak dua tahun lalu, namun baru sempat saya baca tahun ini. Sebagai penggemar kesusastraan Jepang (sebetulnya saya baru membaca Yasunari Kawabata, Ryu Murakami, Haruki Murakami, dan Natsume S o seki ) ada setidaknya satu hal yang tertangkap oleh saya dari karya-karya pengarang Amerika Latin, yang saya merasa tertarik untuk membandingkannya dengan karya-karya pengarang Jepang, yakni tentang bagaimana mereka mengguba...

Istri Orang dan Komunikasi Tak Berlebihan

Saya sering kali tak berani mengobrol terlalu jauh pada teman wanita yang sudah berumah tangga. Tepatnya wanita yang jadi teman, kemudian dia menikah. Saya kerap menghindari berbicara terlalu canda sok dekat dan akrab. Maka tak perlu heran jika ada teman teman yang sudah jadi istri orang, saya memilih tak mengobrol lebih inten sewaktu dia masih gadis. Ini mungkin bagian dari curhat ke blog, sebagai bagian dari kita untuk tau sikap dan karakter masing masing dalam berteman. Beberapa hari lalu ada teman saya, cewek. Sudah menikah. Ia menghubungi saya via pesan blackberry. saya menanggapi biasa saja, tak seperti ketika dia masih sebagai gadis, misalnya dalam hal bercanda dan melawak. Saya tidak ingin, tiba tiba saja isi pembicaraan itu diketahui oleh suaminya. Tipe suami bisa macam macam, takutnya nanti saya dikira mengganggu istri orang. Apalagi suaminya tidak kenal baik dengan saya. Dalam berteman dengan wanita yang sudah bersuami, saya kerap menghindari hal hal terlalu jauh dalam berdi...

After the Quake, Haruki Murakami

Gambar
Ini buku keempatbelas dari Haruki Murakami yang saya baca, sekaligus kumpulan cerita keduanya yang saya baca setelah Blind Willow, Sleeping Woman. Saya tidak berharap banyak akan menemukan hal baru dari tulisan-tulisannya. Saya membaca kumpulan cerpennya ini hanya karena saya ingin menghabiskan tumpukan buku-bukunya yang belum saya baca, dan karena dua minggu terakhir saya sedang fokus membaca buku-buku kumpulan cerita pendek. After the Quake saya baca bersamaan dengan In Praise of the Stepmother, Mario Vargas Llosa, juga dua kumpulan cerita pendek dari pengarang Indonesia (di catatan berikutnya saya akan menulis tentang buku-buku tersebut). Hal lain yang membuat saya ingin membaca After the Quake adalah, karena katanya kumpulan cerita Murakami ini ditulis sebagai respons si penulis atas peristiwa gempa Kobe. Saya tidak pernah mendengar tentang gempa Kobe sebelumnya. Baru saat hendak membaca buku ini. Namun, keterangan tersebut - Murakami menulis cerita pendek sebagai respons atas gemp...