Anak Muda


Yang muda yang berkarya. Slogan klise sebuah iklan rokok yang sering terpampang di sudut kota  kumuh di provinsi kita. Kalimat itu juga kerap kita dengarkan ketika iklan di tipi yang kebetulan lewat ketika kita sedang nonton film manca negara. Atau kalimat itu kerap hadir dan menjadi kuat dalam ingatan kita yang berkesan tentunya.


Anak muda mesti berkarya. Hingga banyak kasus mesum yang kian ramai kita dapatkan di nanggroe kita juga adalah hasil karya anak anak muda yang kreatif. Bayangkan saja mereka bisa bikin sebuah film pendek dengan durasi yang memadai dan jadi tontonan para anak anak remaja yang masih galau dan alay. Itu kadang saja tidak cukup, ada yang selepas malam minggu telat pulang ke kost kontrakan mereka lalu sampailah pada sebulan selepas itu yang wanitanya tidak kedatangan bulan. Ini juga sebuah hasil dari karya anak muda, luar biasa. Jangan tanya mereka masih perjaka atau perawan, itu hal yang tidak dapat dijelaskan dengan kata kata.


Yang muda yang suka film korea. Tidak lah dapat kita pungkiri anak anak muda kampung kita lebih mengenal film korea daripada kita tanya film sejarah Aceh agar mereka tidak lupa, anak anak muda lebih suka film korea bersebab aktor dalam film itu lebih ganteng dan manis dibandingkan mereka menyukai (aktor?) dalam film komedian Aceh yang sudah mencapai seri yang ke sekian. Film komedi dikampung kita bertumpuk dengan adegan lelucon yang sangat menjijikkan mata mata kita sebagai warga yang melihatnya, tapi film kami laku keras: itu kata produser mereka.

Pemuda dikampung kita adalah pemuda yang berjaya, pakai celana Lea sepatu dari produk Amerika, naik movil Avanza walau itu punya rental segala. Peduli amat, selama masih bisa bergaya, dengan balutan rokok ganja bikin hari hari mereka bahagia. Itulah anak muda.

Ada lagi anak muda yang suka berkarya dengan bergabung dalam wadah politisi muda. Para eksklusif muda pakai baju kemeja walau sepatu dari pasar monja. Bicara isu politik sana sini, oceh sana oceh sini disetiap warung kopi tentang berita berita basi masalah pilkada. Ada juga yang minta di tunda! Para politikus muda kampung kita hasil lulusan perguruan dari kampus syiah kuala. Anak anak muda yang sok idealis dan anti pragmatis ketika mahasiswa akhirnya menyusup dalam barisan orang orang tua yang sudah hilang perjaka. Politikus sok muda yang kerap kita sapa dalam barisan meja meja warkop, debat soal berbagai isu yang sedang berpolemik, mengambil jatah laba dari karya para pemuda sebelumnya yang telah duluan berkarya.

Pemuda pemuda kampung cuman bisa tertawa dengan lintingan ganja sebagai bahan dalam bercanda. Shabu shabu sebagai pemanis obrolan ketika sedang duduk dipos ronda. Muda kampung yang budiman rajin curi mangga tetangga untuk beli ganja. Muda kota rajin main futsal dalam sudut kota. Pemuda kampung kerjanya cuman jalan jalan saja, tegur sana sini setiap ada ketemu aneuk dara.

Disebuah warung didekat kakus umum, seorang pemuda gila sedang berjuang merayu si dara. Agar mahar ditentukan segera! Begitulah lebih dan kurang cerita tentang para pemuda. Para orang tua akhirnya hanya bisa pasrah ketika mereka sudah dipanggil ke kantor weha. Lobi sana lobi sini dengan segala janji dan konseskuensi agar terlepas dari siksa cambuk rotan yang luar biasa.

Pemerintah kita memang lepas tangan tak peduli pada nasib pemuda, ada ramai anak anak muda yang berbakat jadi orang kaya tak pernah di bantu kasih modal untu berjuang dalam membangun bangsa, pemerintah kampung kita memang tidak tau sama sekali dengan nasip para pemuda., itu bukan tanggung jawab kami kata mereka. Pemuda Aceh mesti rajin shalat dan taat lalu lintas, rajin menabung dan jangan sering duduk di warung.[]

Juli, 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Brothers Karamazov, Fyodor Dostoyevsky

Nasi Kuning Paling Enak di Gorontalo

Rio Johan: Aku Ingin Melihat Sejauh Mana Aku Bisa Terus Menulis