Tentang Seniman Aceh Ke Jakarta Beinnale 2015


"Setidaknya ada 5 orang seniman muda Aceh diundang ke Jakarta Beinnale 2015, diselenggarakan di Gudang Sarinah itu. Aceh patut berbangga dapat hadir  pada Jakarta Beinnale kali ini. Mereka diundang setelah lolos seleksi ketat tim kurator Jakarta Beinnale (JB), sebuah ajang pameran seni rupa dua tahunan yang diselenggarakan di bawah kendali Komite Seni Rupa, Dewan Kesenian Jakarta (DKJ" 
 
Muhadzdzier M. Salda, Bergiat di Komunitas Kanot Bu dan Pengelola Ruang Diskusi TerasSore


Asep Topan dan Putra Hidayatullah, Dua Kurator Muda Jakarta Beinnale 2015 menjadi narasumber di Diskusi TerasSore, Banda Aceh, Rabu 24 Juni 2015 | foto koleksi pribadi

Seniman Aceh lolos  ke Jakarta Beinnale 2015 sebuah prestasi yang tidak mudah, atas kerja keras bersaing dengan karya-karya seniman lain dari 17 ribu pulau di Indonesia. Lima orang muda pegiat seni di dari tiga komunitas seni di Aceh itu bergerak tanpa biaya dari pemerintah di Aceh. Tentu saja, kendala itu tak jadi penghalang mereka untuk berkarya di tingkat nasional.  Mereka terpilih dan difasilitasi oleh kepanitian Jakarta Beinnale.

Lima orang seniman muda Aceh yang ikut  ke Jakarta Beinnale 2015 adalah Iswadi Basri, Idrus Bin Harun, Cut Sofia. Ketiganya seniman bidang seni rupa. Lalu ada Fuady Keulayu, ia   akan tampil pada pembukaan JB nanti pada Sabtu, 14 Nov 2015 di Sarinah, Jakarta. Sedangkan Putra Hidayatullah terpilih sebagai Kurator Muda Jakarta Beinnale yang berasal dari Banda Aceh.

Iswadi Basri, seniman seni rupa Aceh ini membawa 12 meter kain kanvas, dibalut dalam 3 biji pipa PVC seukuran ban sepeda motor biasa yang akan dipamerkan di JB. Cek Wadi -panggilan teman dekatnya- melukis dengan tema Air dan Lingkungan, ia menyelesaikan seni mural itu selama sebulan di studio Apotek Wareuna, Banda Aceh. Cek Wadi selama ini berkarya seni di Komunitas Apotek Wareuna. Tahun 2014 Iswadi Basri pernah menerima penghargaan seni dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, kategori seni lukis.

poster TerasSore 
Sedangkan Fuadi S Keulayu akan berhikayat modern pada malam pembukaan Jakarta Beinnale. Ia akan berhikayat dengan biola, seperti teater monolog di atas panggung dengan properti tentang cerita dalam hikayat masa konflik dan damai setelahnya. Fuadi ikut memboyong sebiji senjata mainan yang dilipat dan terbungkus rapi dan beberapa properti pendukung lain, biola adalah identitas alat yang dia mainkan di panggung. Kami sempat ketakukan akan 'senjata' itu, kau saja nantinya waktu pemeriksaan dengan xray di Bandara, bisa akan tertahan dirinya sebentar akan senjata mainan anak-anak itu.  Fuadi akan menghikayat soal cerita cerita lucu semasa Aceh dalam amuk serdadu dan riuhnya peluru di Aceh selama periode 30 tahun terakhir.  Fuadi dan Idrus bergiat di Komunitas Kanot Bu. Idrus Bin Harun, seniman rupa yang mengangkat isu tentang sejarah kekinian Aceh sebelum masa damai. Ia membuat sebuah lukisan berjudul  Bhonneka Tinggal Luka dan sejarah perjalanan akhir setidaknya selama 30 tahun lalu tentang isu kekinian Aceh. Idrus melukis mural dengan panjang 12 x 3 meter di lokasi Jakarta Beinnale.

Lalu Cut Aya Sofiana seorang seniwati yang berkarya di Komunitas Komik Panyoet Aceh, Cut Aya Sofia membuat mural di kawasan Paseban Jakarta Pusat. Diantara seniman itu, berangkat juga Zulham Yusuf. Seorang design digital yang bergiat di Kanot Bu. Zulham ke JB  sebagai tim pendukung  untuk membantu keberlangsungan kawan-kawan seniman dari Komunitas Kanotbu, selama di Jakarta, di samping ia tak ingin melewatkan ajang dua tahunan itu.

Jakarta Beinnale 2015 sendiri mengusung tema besar kali ini; Air, Sejarah dan Gender. Maju Kenak, Mundur Kenak; Bertindak Sekarang. Festival seni rupa dua tahunan itu berlangsung sejak 15 November 2015 � 17 Januari 2016 dengan serangkaian acara berkesenian dan festival karya seni rupa di dalammnya.

Diskusi TerasSore Edisi III; Aceh Un-Instalasi yang menghadirkan Octora dan Riksa Afiaty, Bilik  Rupa Pascadom, Banda Aceh, Rabu (26/08/2015) | foto koleksi pribadi 
Kami dari Komunitas Kanot Bu, sebelumnya menyelenggarakan tajuk diskusi bulanan yang kami beri nama TerasSore. Diskusi semi talkshow ala televisi itu dipercayakan saya sebagai pembawa acara. Kami pernah menghadirkan Putra Hidayatullah dan Asep Topan untuk berdiskusi tentang  Rupa Membongkar Kepura-puraan, diskusi TerasSore edisi kedua itu berlangsung pada bulan puasa, kami mengundang banyak lintas generasi muda pegiat seni di Banda Aceh dan Aceh Besar. Acara itu berlangsung disela sela menunggu waktu berbuka puasa, Rabu 24 Juni 2015.

Lalu pada Rabu 26 Agustus 2015, TerasSore kembali kami gelar dengan mengangkat tema Aceh Un-Instalasi. Dua narasumber juga dari Jakarta Beinnale yang kebetulan sedang ke Banda Aceh, kami membajak mereka untuk berbicara dengan kawan kawan pegiat seni lintas bidang. Mereka adalah Octora, seorang Seniman Perupa Instalasi dari Bandung dan Riksa Afianty, Kurator Muda Jakarta Beinnale 2015.
Poster TerasSore Edisi  III 
Ini sesuatu kebanggaan kami Komunitas Kanot Bu dan pegiat seni di Aceh dalam mendengar banyak hal baru tentang seni rupa dari dua seniman perempuan ini. Atas kesediaan mereka berdua untuk bisa berbagi banyak hal tentang seni rupa. Hal itu tentu saja tak bisa lepas dari peran Putra Hidayatullah, Kurator Muda yang berasal dari Banda Aceh. Terimakasih banyak Putra. Ini menjadi spirit bagi pegiat pegiat seni yang lain di Aceh untuk terus berkarya di tingkat nasional dan international []

Markas Komunitas Kanotbu, 10 Nov 2015 pada sebuah malam yang suntuk dan hari hari sunyi selepasnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Brothers Karamazov, Fyodor Dostoyevsky

Nasi Kuning Paling Enak di Gorontalo

Rio Johan: Aku Ingin Melihat Sejauh Mana Aku Bisa Terus Menulis