Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2015

Bukan Mahasiswa Biasa

Gambar
hanya wisudawan dari Fakultas Teknik Unsyiah, setelah seremonial wisuda universitas naik truck keliling Banda Aceh. /fb: Kaft Teknik "masuk sama sama keluarnya juga sama-sama. kuliah itu ngak perlu pinter, tapi pinter pinter klean" ini kalimat berulang ulang dari abang angkatan, yang kami dengar waktu SiKAT. Aku masih ingat pada Minggu pertama masuk kuliah pasca SiKAT, pengantar awal kuliah dari seorang dosen senior: " kalian masuk Teknik Mesin seperti serdadu yang turunkan di rimba belantara. dengan bekal seadanya, kalian disuruh bergerak menuju markas di kota. tak semua bisa selamat, ada yang mati kelaparan, diterkam hewan liar, sesat jalan pulang, waktu yang kalian tempuh beda-beda jalan sampai" Jangan cengeng. aku lulus tes SPMB pada Pilihan Pertama di Teknik Mesin tahun 2002, setelah tamat STM 2001. Alhamdulillah bisa selesai Mei 2010, 8 tahun termasuk cuti akademik di dalamnya. Masuk Teknik itu susah, keluar (secara terhormat) lebih susah lagi. Aku wisuda saa...

Cerpen Kompas : Sang Pemahat [Edisi Agustus 2015]

Gambar
  Cerpen Kompas : Sang Pemahat Oleh Budi Darma  Ini dia, sang pemahat terkenal, Jiglong namanya, nama asli dari kedua orangtuanya di desa, bukan nama buatan setelah dia terkenal atau ingin terkenal. Dua gigi depan Jiglong sudah lama rontok, dan tidak pernah diperbaiki. Wajahnya memendam bekas luka-luka lama, yang juga tidak pernah diobati. Cara Jiglong berjalan biasa, tapi kalau diamat-amati akan tampak, dia agak pincang. Kendati memendam bekas luka-luka lama, wajah Jiglong memberi kesan teduh, damai, dan pasrah. Barang siapa berdekatan dengan dia dan mau berkata dengan jujur, pasti mengaku terus terang bahwa wajah Jiglong memancarkan rasa tenang. Rumah Jiglong terletak di Ketintang Wiyata, dari depan tampak biasa, tapi begitu seseorang masuk ke dalam rumah akan mengetahui, bahwa bagian belakang rumah itu luas, dan seperti wajah Jiglong sendiri, terasa teduh. Di bagian belakang rumahnya itulah Jiglong bekerja sebagai pemahat. Dia tidak mau gagah-gagahan,...

Cerpen Kompas : Sepasang Kekasih di bawah Reruntuhan

Gambar
Sepasang Kekasih di bawah Reruntuhan Oleh AK Basuki Ribuan malaikat akan turun ke bumi di malam-malam suci yang bahagia. Begitu pun pada malam-malam tersunyi menjelang ajal. Di pintu-pintu rumah mereka menunggu, di ambang jendela, di sudut-sudut kamar, di sela-sela genting, usuk, dan di mana saja cahaya langit bisa menerobos. Mereka ada sebagai perpanjangan tangan Tuhan. Utusan-utusan berupa cahaya mulia yang tak kenal angkara, hanya kasih sayang dan kesetiaan. Salah satunya mendatangi sepasang suami istri yang sama-sama merasa waktu telah hampir berhenti. Menanti, ia, seperti abdi yang menjagai sepasang raja dan ratu. Sosoknya tak kasatmata, namun telah dikenali lewat suara sang istri yang gemetar. �Aku melihat malaikat maut. Seorang lelaki berperangai halus dan berwajah rupawan. Awalnya tak sedekat ini, tapi semakin lama semakin dekat hingga embusan napasnya serasa akan mencapai leherku.� Dia melantur. Sang suami, yang pernah mendengar kisah-kisah tentang malaikat, h...

Cerpen Kompas: Tajen Terakhir [ Edisi 16 Agustus 2015 ]

Gambar
  Cerpen Kompas: Tajen Terakhir oleh Gde Aryantha Soethama Lontar Pengayam Pegat cuma sembilan lembar, berbahasa campuran Jawa Kuno dan Bali Tengahan. Made Sambrag kebetulan mendapatkan lontar itu teronggok dalam almari lapuk milik kakeknya. Dibantu orang-orang desa yang senang membaca kakawin, mereka sadar itu lontar penting bagi siapa saja yang ingin berhenti judi menyabung ayam. Dulu Made Sambrag bebotoh kelas wahid. Tapi, ketika ia melaksanakan ajaran lontar Pengayam Pegat, ia ogah ke tajen . Ia seperti lahir kembali, jadi manusia arif penasihat bagi siapa saja yang berniat meninggalkan tajen, menjadikannya cuma sekerat masa lalu yang getir. Kepada mereka yang bersungguh-sungguh, Sambrag meminjamkan lontar Pengayam Pegat. Nyoman Pongkod bertekad berhenti menyabung ayam. Lontar sudah dalam genggaman. Ia cakupkan tangan di dada, setengah membungkuk menyampaikan terima kasih kepada Made Sambrag, karib yang meminjamkan lontar itu. "Suksma, Sam. Aku akan berjuang ...

Surat Keramat Dari Humas Unsyiah

Gambar
Bulan Februari lalu saya diminta oleh seorang redaksi pihak Humas Unsyiah untuk berkontribusi menulis esaai tema budaya, untuk Majalah Warta Unsyiah. Esai saya "Budaya Mengemis" itu akhirnya dimuat pada Edisi 185/Maret 2015. Sebagai alumni Unsyiah, saya tentu saja senang. Edisi Majalah itu terbit pada April 2015. Lebih senang lagi, hari ini saya mendapat surat Ucapan Terima Kasih atas dimuatnya tulisan itu + honor sebagai apresiasi jasa menulis essai itu. Selama  ini saya tidak pernah mendapat surat resmi ucapan terima kasih atas tulisan saya ketika dimuat dibeberapa media cetak dan online. Saya memahami bagaimana ribetnya hal yang mungkin saja sepele ini. Kalau honor, pun harus ambil sendiri ke kantor media tersebut, itupun kadang dengan harus ulang-alik esoknya karena anggaran media tersebut tak ada lagi atau dengan segudang alasan lain. Tak pernah pula dihubungi secara khusus untuk pengambilan honor. 2011 saya pernah alami kejadian buruk dalam menulis. saya pernah meminta ...

17 Tahun Lalu, DOM Aceh!

Saat PiasanSeni 2014 di Taman Sari, sebagai Koordinator Stand, saya ikut mendampingi kelompok  siswa salah satu SMA dari Lhokseumawe. Mereka datang khusus untuk melihat acara Piasan Seni, diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh. Mereka didampingi oleh 2 orang guru. Umumnya siswa itu kelahiran tahun 2000-an. Mereka membawa buku, mencatat apa saja hal yang menarik dari hasil amatan saat mereka tanya di setiap stand. itu tugas yang diberikan oleh sekolah. Ohya, mereka datang ke Banda Aceh dengan biaya dari sekolah, info ini saya tau dari guru yang mendampinginya. Selain siswa itu, Saya tak bertemu ada siswa dari sekolah di Banda Aceh yang datang secara khusus ke sini atas nama sekolah dengan didampingi gurunya. Padahal di sana banyak hal baru yang bisa dipelajari oleh siswa tentang seni, sejarah dan lainnya. Sebelumnya saya pernah menyarankan ke dinas terkait, untuk mengirimkan surat ke sekolah sekolah di Banda Aceh agar membawa siswanya ke acara piasan se...

Ini Cara Membunuh Rindu

digelapnya jalan pulang, seseorang sedang bersedih berteduh dibalik rintik rintihan hujan. berkali ku paksa engkau keluar dari kepalaku. engkau memang pergi sebentar, lalu kembali. bagimana aku ikuti titahmu, sedang aku masih ragu. . setiap datang sebuah kepergian, kita selalu jadi paham akan makna kehilangan. ia tak kuasa melawan. dari jauh bentang dan jarak, seseorang mendoakanmu agar selalu dekat dgn mereka yg kau cinta. dan sampailah pada masa engkau memilih: terluka, sekali lalu selesai atau tersiksa, berkali dan tak berhenti. aku rela di penjara, bahwa membunuh kerinduan padamu adalah sebuah pelanggaran kemanusiaan. kemarin teringat: engkau jadi seseorang yang sangat kukenal tapi tak bisa kumengerti bagaimana mungin ada hati yang luka. akhirnya kita ulang; cinta itu dua sisi yg beda, jika tak siap dgn luka, engkau mestinya tak jatuh cinta. sekali masa kita pernah paham, memilih diri sebagai korban atas kebahagian dari mereka. satu hati melukaimu, satu hati melukaiku. kopi ini jad...