17 Tahun Lalu, DOM Aceh!
Saat PiasanSeni 2014 di Taman Sari, sebagai Koordinator Stand, saya ikut mendampingi kelompok siswa salah satu SMA dari Lhokseumawe. Mereka datang khusus untuk melihat acara Piasan Seni, diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh. Mereka didampingi oleh 2 orang guru. Umumnya siswa itu kelahiran tahun 2000-an. Mereka membawa buku, mencatat apa saja hal yang menarik dari hasil amatan saat mereka tanya di setiap stand. itu tugas yang diberikan oleh sekolah. Ohya, mereka datang ke Banda Aceh dengan biaya dari sekolah, info ini saya tau dari guru yang mendampinginya.
Selain siswa itu, Saya tak bertemu ada siswa dari sekolah di Banda Aceh yang datang secara khusus ke sini atas nama sekolah dengan didampingi gurunya. Padahal di sana banyak hal baru yang bisa dipelajari oleh siswa tentang seni, sejarah dan lainnya.
Sebelumnya saya pernah menyarankan ke dinas terkait, untuk mengirimkan surat ke sekolah sekolah di Banda Aceh agar membawa siswanya ke acara piasan seni. saat jam pelajaran berlangsung, didampingi oleh guru. Kami dari panitia siap mendampingi dan memperkenalkan setiap stand di sana. Ada hal menarik yang sampai sekarang masih membekas kenangan itu bagi saya dan teman teman Komunitas Kanot Bu (KKB), saat siswa dari SMA Lhokseumawe tersebut melihat ada pajangan kaos produksi Geulanceng Trademerk dengan gambar depan sablon KTP Merah Putih.
Saya bersama teman teman penjaga stand KKB menjelaskan tentang baju itu. Beberapa siswa mencatat di bukunya. Saat kami cerita kalau dulu di Aceh ada DOM, seorang dari mereka bertanya: "Apa itu DOM, Bang?" kami semua di stand tercengang, saling menatap tak langsung menjawab. Saya menghela nafas, lalu menjelaskan. Saat itu Reza Mustafa dan Idrus Bin Harun dan teman teman lain dari KKB ikut menjelaskan.
Selesai kejadian itu kami saling berdiskusi soal kejadian ini. Bagi kami ini penting, Reza dan Idrus bahkan menulis essai soal ini dan dimuat di rubrik budaya Minggu, Serambi Indonesia seminggu setelah itu, Juli 2014.
Setelah kejadian itu, kami sempat bikin lelucon. Semacam survey kecil kecilan tentang kondisi siswa kita dalam mengetahui sejarah Aceh. Sejarah tentu saja penting bagi masa depan pembangunan, Aceh. Jangan sampai 100 tahun akan datang, kejadian air laut mengamuk dipenghujung 2004 akan ditertawakan oleh generasi kita kalau tsunami di Aceh hanyalah sebuah cerita dongeng.
Ada banyak fakta sejarah lain di Aceh, semua mesti dicatat dan dijadikan bahan pelajaran bagi anak cicit kita ke depan sebagai penjaga amanat tanah ini, sebagaimana para pendahulu kita menjaganya dari taktik penjajah yang ingin menguasai tanah nenek moyang kita.
Hari ini 17 tahun sudah DOM (Daerah Operasi Militer) dicabut setelah operasi itu berlangsung 10 tahun. Ada banyak korban dari tragedi ini darii berbagai tempat di Aceh. Jumlah korban sekian ribu jiwa dan harta. Mari kita kirimkan Al-Fatihah untuk seluruh korban DOM di Aceh.
Saat kecil saya merasakan dan melihat efek dari DOM itu, saat itu kami kecil tak tau apa apa.
7 Agustus 1998, DOM dicabut di Aceh oleh Pangab (sekarang Panglima TNI) Jend TNI Wiranto, Presidennya RI masa itu sudah dijabat oleh Habibie, pasca Suharto mundur dari Presiden atas desakan banyak pihak. Saya kelas 1 SMA, baru masuk kurikulum dengan wajah culun. Tahun tahun setelah itu kami lebih senang tak masuk sekolah dan memboikot segala hal yang berbau pemerintah. Kami tak masuk sekolah, turun ke jalan mengecat jalan aspal dengan tulisan besar besar: Referedum.
Hari ini 7 Agustus 2015. Hari Sabtu besok 8 Agustus 2015. Saya kira, ada sesuatu yang penting juga terjadi pada 8 Agustus 1998 lalu di Aceh sehari pasca DOM dicabut, dalam doa dan air mata bagi kita yang masih cinta akan Aceh.
Untuk seluruh syuhada Aceh, sebagai Aceh saya ikut bertanggung jawab untuk menjaga tanah ini tetap damai, sehat dan sejahtera selalu. Walaupun "Aceh" tak pernah peduli akan saya. Hormat dan angkat topi untuk para pejuang yang telah menjadikan Aceh hari terus lebih baik lagi dan lagi. Ingat, pasca kita meninggalkan Aceh, ada generasi penting yang akan mewarisi tanah ini. Ajarkan kepada mereka untuk saling gotong royong, anak anak kita yang kaya raya untuk menghargai dan membantu pada temannya yang miskin. Ajarkan mereka untuk perdamaian Aceh ini terus berlanjut. Saya cinta dan mencintai kalian semuanya, Aceh!
Komentar
Posting Komentar