Selamat Hari Lahir, dekNong!

DekNong,
ke hadapanmu, surat ini kutulis walau tak sampai. 
Jarak tentu tak menghalang cerita ini hadir dan kukabarkan padamu. Jika engkau tak sempat membaca, setidaknya ada mimpi yang membawa dalam tidurmu, dalam lelapmu.

Aku sangat lama lelah dan gugup mencatatmu dalam ingatanku. Tetapi selalu ada alasan yang cukup bagiku merasa bahagia menulis puisi dan catatan kecil tentangmu. Banyak cerita yang kutulis dalam buku catatan harian cerpen-night, sebagai kenangan  dan setidaknya aku mengurangi beban rindu kala terbayang wajahmu. 

DekNong,
Semenjak engkau berangkat jauh. Sudah 2 tahun (mungkin) kita tak bertemu, tapi wajahmu tak bisa lepas dalam ingatanku setiap kali melewati tempat yang pertama kita bertemu. Pernah memang ada yang datang dan hadir menemani hari hariku, tapi itu cuma sebulan lewat.Tak lebih. Ah, benar kata orang orang filsuf. Cinta yang datangnya cepat, maka akan berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak bekas apapun. Ia hanyut dibawa arus begitu saja. Aku tak mengingatnya lagi. Tapi berbeda sekali denganmu, kita bertemu dalam suasana yang tak lazim. Aku bahagia ketika tau engkau suka membaca novel, setidaknya itu jadi bahan kita bertemu sekali waktu untuk tukar buku.  Indah sekali dan aku benar-benar bahagia.

DekNong,
Aku masih ingat. Pertama kita bertemu. Aku takut bukan kepalang malam ini. Kita bertemu dan engkau bicara tak memandang wajah. Aku gugup sekali, hingga detak jantung begitu kencang. Malam itu hujan mau turun dari langit, kita bicara tak lebih lima menit. Setelah itu kita cuma bertemu tanpa sengaja dalam acara atau engkau kebetulan dalam lain hal. 

Sekarang kita semakin jauh berjarak. Tapi jarak merentang demikian nganga dan kian panjang diantara kita. Kau hadir di batas yang terjauh, ditebing harapan yang letih untuk kutempuh. Begitu jauh sekali hingga jarak waktu imsak diantara kita sekalipun berbeda sekian jam.

DekNong,
Hingga aku mencintaimu dalam diam. Seperti diam ketika dihadapkan pada kenyataan yang sangat rumit untuk diuraikan dipermukaan keinginan. Seperti ketika kita mencintai seseorang, dan ia yang kita cintai tak pernah sedikitpun mencintai kita. Maka kita hanyut dalam arus kegelisahan. Dalam itu, akupun berusaha melupakanmu dengan berbagai cara, tetapi selalu saja malam yang hening dan puisi yang sunyi berulangkali menegaskanmu. Tetapi aku percaya cinta menjadi agung jika kita mampu dan ikhlas mencintai seseorang yang ternyata tak mencintai kita. Ah aku tidak terlalu percaya bagian ini, DekNong!

DekNong, sebagai lelaki tugasku sudah selesai. via seseorang aku meminta bantuan. Aku sudah menjelaskan niat baik atas apa yang kurasakan kepadamu. Ada beban memang, beban ketakutan akan tersinggung perasaanmu. Kau akan membdekNongu nantiny,  tapi aku tegaskan bahwa aku tidak main main dengan perasaaan. Aku berniat mengajakmu ke arah yang lebih bahagia, yang halal dalam agama. Tapi engkau menolaknya dengan halus kala itu, engkau katakan bahwa harus belajar menuntut ilmu lebih dulu. Aku menghargai itu. Kabar itu membuat ku pernah sakit demam selama 3 hari, bagi orang itu jadi lebay. Aku jadi cengeng, tapi aku benar benar terjatuh kala itu. Semangat hidupku hilang dengan pikiran macam macam timbul.

DekNong,
Mungkin kelak aku harus belajar bicara langsung tentang sesuatu yang sebenarnya ingin aku sampaikan padamu. Mudah-mudahan aku tak menjadi horor, tak membuat kamu takut. Mungkin suatu saat tiba-tiba aku akan berjalan menikung dan meletih dalam hidup, maka aku dapat belajar banyak hal dari kenangan tentang arti melangkah. Belajar tentang arti kehilangan, kecemasan, keindahan, ketabahan, kerinduan dan arti cinta, doa, arti berharap. Hingga tiba sebuah hidup yang demikian sederhana ketika aku terluka karena kau luka. Aku bahagia karena kau bahagia.

Dari jarak waktu dan pulau yang memisahkan, ketika hati dan rasa pernah engkau pikirkan untuk satu tujuan sebagaimana niatku dulu. Aku masih disini, melawan segala malas dan lupa bahwa umur kian terdesak dalam sudut ruang yang gelap. Sebagaimana dulu, hari ini aku juga masih demikian. Tak berubah selain rambut yang sehelai pada Minggu lalu aku temukan telah memutih. 

DekNong, walau jarak kian jauh antara kita. Aku masih menunggumu. Menunggu memang membosankan, aku harus sabar melakukan itu. Jabat erat dari jauh, semoga pesan ini sampai padamu. Walau engkau jarang akses ke dunia maya akan sulit engkau lakukan disana, aku cuma ingin berucap: Selamat Hari Ulang Tahun, DekNong. Semoga sehat ditanah harapan dan pengabdian. Aku masih menunggu. Sampai aku mendapati kabar, engkau benar-benar telah berinai dengan lelaki lain. Maka saat itulah aku sebenarnya akan pergi, entah jauh dari hidupmu atau jauh dari dunia ini []



NB: Selamat jalan, atas kematian cinta yang sempat kita pikir bersama. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Brothers Karamazov, Fyodor Dostoyevsky

Nasi Kuning Paling Enak di Gorontalo

Rio Johan: Aku Ingin Melihat Sejauh Mana Aku Bisa Terus Menulis